menyediakan informasi unik,menarik tentang segala sesuatu yang ada di sekeliling kita
Dea Tunggaesti: Artis, Model dan Pengacara
VIVAnews - Dea Tunggaesti, wanita kelahiran Solo 26 September 1982 itu mendadak sering muncul di televisi. Mantan artis sinetron ini ditugaskan bosnya, OC Kaligis, untuk mendampingi klien kakap, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi tersangka kasus dugaan suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games di Palembang, Sumatera Selatan.
Saat ditemui VIVAnews.com di Wisma Nusantara, Jakarta, semalam, Dea tampak didampingi sang suami Neviu Parodi warga negara Italia. Meski lahir di Solo, Jawa Tengah, Dea tidak pernah tinggal di kota Batik itu. Keluarga langsung hijrah ke Jakarta.
Tetapi, Dea kecil sempat tinggal di Malang, Jawa Timur sejak kelas 5 SD sampai SMP kelas dua. Setelah itu, Dea remaja langsung ke Jakarta sampai 2008. Sampai akhirnya pengacara senior OC Kaligis membiayai sekolahnya, sekolah bahasa di Perth, Australia selama enam bulan. Berikut wawancara dengan Dea Tunggaesti:
Silsilah keluarga? Saya anak pertama dari dua bersaudara. Adik saya Reisa Kartika Sari, dia sekarang Putri Indonesia, Runner up Putri Lingkungan 2010. Ayah saya namanya Agus Bahagianto, ibu saya Dewi Pandam Sari. Ayah saya wiraswasta, ibu saya bergerak di bidang hukum juga. Dia inhouse lawyer.
Kesibukan selain pengacara? Anak saya masih kecil. Yang satu 3 tahun, yang satu 1 tahun. Namanya Chiara Mahisa Parodi, yang kedua namanya Danesa Parodi. Kegiatannya ya ajak anak-anak berenang, mereka lagi senang-senangnya berenang. Terus mungkin ke mal yang ada tempat mainnya.
Pertama ketemu suami? Ya waktu itu saya baru masuk kuliah dan dia hampir lulus. Dia kakak kelas jauh, sama dia beda 8 tahun waktu itu dia ngajar bola ya. Namanya Neviu Sarodi. Hobi saya sih seneng banget masak.
Kegiatan saat kuliah? Saya nggak terlalu aktif kegiatan waktu kuliah ya. Saya sedang kuliah S3 hukum lagi di Unpad, kuliah sudah selesai tinggal nulisnya. Saya mengambil hukum pidana. Saya suka serial ya tentunya yang berbau hukum.
Pernah main film apa? Film layar lebar pernah main 30 Hari Mencari Cinta, jadi apa ya temen-temennya si Luna itu. Video klip Sheila On 7 Pejantan Tangguh, lalu Kahitna. Saya jadi artis, sepanjang saya kuliah ketika ada waktu senggang. Lebih banyak iklan sih. Softener So Klin nah seneng banget tuh waktu dapat itu, Spageti la Fonte, Kacang Garuda, Softex.
Masih ada tawaran setelah itu? Karena waktu itu saya nikah tahun 2004, ya sejak habis nikah itu saya di luar Jakarta, jadi agak malas juga. Saya Sekolah Dasar Siemens Kelapa Gading, kelas 5 sampai kelas 2 SMP pindah ke Malang sekolah di Santa Maria, lalu SMA di Sinar Harapan Karawaci, Tangerang
Adik juga pengacara? Oh nggak, adik saya dokter. Sebenarnya dia lagi ambil S2 di kesehatan masyarakat tapi kesibukan di Putri Indonesia jadi dia vakum dulu.
Ibu masih jadi pengacara? Masih, saya sering berkonsultasi dan dia banyak kasih masukan karena baru pertama kali ini saya banyak bicara di media, cara bicaranya harus begini. Bahannya jangan bicara soal politik deh bicara soal hukum deh. Soalnya kan harus ke sana, jangan mau digiring.
Pertama ketemu OC Kaligis? Pertama ketemu dengan Pak Kaligis tahun 2007 saya datang ke beliau dengan mengirim aplikasi setelah lulus S2 di MM UGM di Gondangdia, Jakarta.
Awal kenal OC Kaligis? Pak OC sebenarnya itu lebih ke saudara jauh dengan suami saya. Jadi mamahnya beliau (suami) masih sepupu Manado sama pak OC, jauh tapi. Kenal sudah lama dari zaman kuliah. Beliau sering mengajar sebagai dosen tamu. Tapi kemudian saya pacaran sama dia (suami), karena kan saudara jauh akhirnya ketemu lagi. Ketemu (OC Kaligis) sih sering, tiba-tiba dekat.
Pertama tercetus gabung dengan OC Kaligis? Waktu saya lulus S2 dan saya memang mau kerja. Saya melihat beliau adalah pengacara besar maka saya memberanikan diri untuk datang. Ini pertama kali saya kerja serius di kantor pak OC, tahun 2007.
Mengapa ditunjuk OC Kaligis untuk dampingi Nazaruddin? Ya saya ditunjuk, Pak OC sistemnya biasanya menunjuk beberapa orang untuk memegang satu perkara. Sebenarnya saya ditunjuk pada kasus ini sejak Juni sebelum kasus ini heboh. Sejak Juni Pak OC sudah punya kuasa atas Pak Nazar. Sebelum Pak OC membuat kuasa, beliau mencantumkan beberapa nama supaya dicantumkan di surat kuasa. Tapi nanti bisa berkembang lagi kalau kasusnya menjadi besar. Memang setiap kasus awalnya Pak OC yang tunjuk timnya.
Ada kemampaun pidana lebih sehingga ditunjuk dampingi Nazar? Tidak sih, kesempatan pasti Pak OC kasih ke setiap orang. Di kantor Pak OC ada 70 pengacara. Sebenarnya tim Nazaruddin ada sembilan orang. Empat orang senior. Untuk yang senior itu seperti Pak OC hanya supervisi aja. Yang lainnya berarti kami enam orang.
Yang sering kelihatan Dea dan Boy Afrian Bondjol? Iya mungkin Pak OC tugaskan khusus karena perkara ini diliput media. Jadi Pak OC memberikan tugas khusus mempercayakan Pak Boy dan saya untuk bicara.
Kesulitan? Ya itu saya tidak menyangka pertamakali dikasih tugas ini. Saya tidak menyangka akan menjadi besar terus kemudian tiba-tiba menjadi begini. Saya harus ekstra tenaganya karena selain papper work-nya dan pembelaannya harus menyediakan waktu kalau saya harus counter pendapat publik. Istilahnya yang menyudutkan dan tidak sesuai dengan faktakan sebagai kuasa hukum harus memberikan keterangan itu ke media.
Sebagai ibu rumah tangga ada pertentangan dengan keluarga? Ya pasti ada dukungan. Ada pasti yang bicara, hati-hatilah inikan kasus nuansa politiknya tinggi. Tapi tidak sampai kemudian menghambat, tidak. Tapi ada nasehat.
Sejak awal bercita-cita sebagai pengacara? Sepertinya iya, yang serius ya. Tapi pernahlah dulu bercita-cita jadi pramugari, jadi sekertaris juga pernah. Tapi akhirnya benar-benar tertarik jadi pengacara.
Apakah karena pengaruh ibu? Mungkin ya, karena kebetulan orang tua saya divorce (cerai), saya tinggal dengan ibu saya dan adik. Jadi tiap malam diperbincangan kami ini mungkin ibu saya yang jadi penasehat. Dan dia lebih banyak bicara tentang hukum.
Tidak tertarik jadi Putri Indonesia? Nggaklah, sudah ketuaan, adik saya saja.
Dulu pernah jadi artis, apa bedanya? Jelas beda, kalau jadi artis lebih berkemampuan berakting dan berimajinasi yang lebih ditonjolkan. Tapi kalau pengacara menungkapkan fakta. Yang saya tahu, aturannya bagaimana jadikan ada perbedaan bagi saya. Kalau artis mengandalkan imajinasi, saya kira saya tidak punya bakat untuk itu. Saya tidak bisa.
Setelah terkenal, sering disapa masyarakat? Ya adalah yang nanya, Mbak, Pak Nazar apa kabar? Saya bilang nanti saya sampaikan salam. Dalam dunia pidana inikan terkenal dunia yang lebih keras.
Kenapa tidak pilih perdata? Lebih ada tantangannya buat saya, lebih fun, di kantor kan juga ada ya setiap pengacara dikasih kesempatan mencoba semua. Saya pernah diminta di bagian pendapat hukum yang legal opinion dan itu kerja di kantor saja. Saya merasa kurang fun. Saya lebih suka keluar-keluar, kan rasanya lebih mengapresiasi jiwa saya. Kita bisa ketemu banyak orang ya, kalau dikantor hanya ngetik ya, jadi bosan he-he-he. (eh)
• VIVAnews
Diposting oleh
"sulung"