menyediakan informasi unik,menarik tentang segala sesuatu yang ada di sekeliling kita

Kalau Raba-Raba Hanya 150rb Plus Biaya Kamar



ilustrasi

Praktik prostitusi yang melibatkan para pelajar usia belia ini terungkap Polres Mojokerto.

Sungguh Ironis, pera penjaja cinta ini semuanya rata-rata pelajar yang kondisi ekonominya sangat kurang.

Praktik Prostitusi pelajar yang dikelola mucikari Sudarso sangatlah rapi. Untuk bisa menikmati tubuh gadis belia harus melalui Sudarso, yang berprofesi sebagai sopir truk tangki air mineral.

Para lelaki hidung belang, tak bisa mengontak langsung para gadis belia ini. Karena, jika dilakukan, maka para gadis belia ini pun enggan untuk melayani para lelaki hidung belang tersebut. Hanya atas pesanan Sudarsolah, baru para gadis belia ini mau.

"Saya tak tahu siapa tamunya. Karena semua yang mengatur Pak Darso (Sudarso)," ujar Si.

Menurut Si, ia mengaku terpaksa melakukan perbuatan tersebut, karena kondisi ekonomi keluarganya yang miskin. Ayahnya hanya sebagai tukang batu. Dengan bermodalkan wajahnya yang manis dan tubuh mudanya, ia pun mencari kesenangan dengan imbalan uang tersebut. "Uang itu untuk beli handphone dan pulsa," katanya.

Maklumlah, meski wajahnya manis, tapi tarif yang dikenakan tergolong murah. Untuk menikmati tubuh gadis ini, dipasang tarif Rp 250.000, ditambah Rp 25.000 untuk sewa kamar. Dengan durasi rata-rata sekitar 90 menit.

Sedang jika untuk raba-raba tubuh saja, tanpa melakukan hubungan seksual, dikenakan biaya Rp 150.000 plus biaya kamar juga.

"Semua uang itu untuk anak-anak. Saya hanya mengambil dari uang sewa tempat saja," ujar Sudarso.

Sudarso juga mengambil keuntungan lain. Ia bisa menikmati tubuh gadis belia tersebut secara gratis. Seperti Si, yang mengaku juga pernah melayani Sudarso sebanyak tiga kali.


"Para tamu tua-tua. Saya jijik, makanya saya tutupi wajah dengan tangan. Saya biarkan mereka menciumi leher ke bawah," kata dia.

Kecurigaan polisi akan jaringan prostitusi kalangan pelajar ini juga dengan adanya sandi khusus. Kata sandi itu berupa kata "Supra" saat berkomunikasi dengan konsumen.

Kata Supra ini dipakai Sudarso untuk menjajakan 'barang' dagangannya yang masih berseragam sekolah.

"Praktiknya pun pada jam-jam khusus, yakni setiap hari Jumat dan Sabtu sepulang sekolah. Di luar itu, pelaku tak pernah membuka bisnisnya," kata Kapolres Prasetijo Utomo.

Sejauh ini, polisi menjerat Sudarso dengan pasal berlapis. Didampingi Kasubag Humas Polres Mojokerto AKP Lilik Achiril Ekawati dan Kasat Reskrim AKP Lubis, Kapolres Prasetijo menyatakan, polisi menjerat pelaku dengan pasal 2, 9, 10, 11, dan 12, UU 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan manusia.
Selain melanggar UU tentang tindak pidana perdagangan manusia, pelaku juga bakal dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Pelaku mengeruk keuntungan dari anak yang masih dibawah umur," ujarnya.
Saat ini, polisi juga menyita beberapa barang bukti, seperti handphone yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan para lelaki hidung belang, dan juga para gadis belia penjaja cinta tersebut.ilustrasi

Praktik prostitusi yang melibatkan para pelajar usia belia ini terungkap Polres Mojokerto.

Sungguh Ironis, pera penjaja cinta ini semuanya rata-rata pelajar yang kondisi ekonominya sangat kurang.

Praktik Prostitusi pelajar yang dikelola mucikari Sudarso sangatlah rapi. Untuk bisa menikmati tubuh gadis belia harus melalui Sudarso, yang berprofesi sebagai sopir truk tangki air mineral.

Para lelaki hidung belang, tak bisa mengontak langsung para gadis belia ini. Karena, jika dilakukan, maka para gadis belia ini pun enggan untuk melayani para lelaki hidung belang tersebut. Hanya atas pesanan Sudarsolah, baru para gadis belia ini mau.

"Saya tak tahu siapa tamunya. Karena semua yang mengatur Pak Darso (Sudarso)," ujar Si.

Menurut Si, ia mengaku terpaksa melakukan perbuatan tersebut, karena kondisi ekonomi keluarganya yang miskin. Ayahnya hanya sebagai tukang batu. Dengan bermodalkan wajahnya yang manis dan tubuh mudanya, ia pun mencari kesenangan dengan imbalan uang tersebut. "Uang itu untuk beli handphone dan pulsa," katanya.

Maklumlah, meski wajahnya manis, tapi tarif yang dikenakan tergolong murah. Untuk menikmati tubuh gadis ini, dipasang tarif Rp 250.000, ditambah Rp 25.000 untuk sewa kamar. Dengan durasi rata-rata sekitar 90 menit.

Sedang jika untuk raba-raba tubuh saja, tanpa melakukan hubungan seksual, dikenakan biaya Rp 150.000 plus biaya kamar juga.

"Semua uang itu untuk anak-anak. Saya hanya mengambil dari uang sewa tempat saja," ujar Sudarso.

Sudarso juga mengambil keuntungan lain. Ia bisa menikmati tubuh gadis belia tersebut secara gratis. Seperti Si, yang mengaku juga pernah melayani Sudarso sebanyak tiga kali.


"Para tamu tua-tua. Saya jijik, makanya saya tutupi wajah dengan tangan. Saya biarkan mereka menciumi leher ke bawah," kata dia.

Kecurigaan polisi akan jaringan prostitusi kalangan pelajar ini juga dengan adanya sandi khusus. Kata sandi itu berupa kata "Supra" saat berkomunikasi dengan konsumen.

Kata Supra ini dipakai Sudarso untuk menjajakan 'barang' dagangannya yang masih berseragam sekolah.

"Praktiknya pun pada jam-jam khusus, yakni setiap hari Jumat dan Sabtu sepulang sekolah. Di luar itu, pelaku tak pernah membuka bisnisnya," kata Kapolres Prasetijo Utomo.

Sejauh ini, polisi menjerat Sudarso dengan pasal berlapis. Didampingi Kasubag Humas Polres Mojokerto AKP Lilik Achiril Ekawati dan Kasat Reskrim AKP Lubis, Kapolres Prasetijo menyatakan, polisi menjerat pelaku dengan pasal 2, 9, 10, 11, dan 12, UU 21/2007 tentang tindak pidana perdagangan manusia.
Selain melanggar UU tentang tindak pidana perdagangan manusia, pelaku juga bakal dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

"Pelaku mengeruk keuntungan dari anak yang masih dibawah umur," ujarnya.
Saat ini, polisi juga menyita beberapa barang bukti, seperti handphone yang dipergunakan untuk berkomunikasi dengan para lelaki hidung belang, dan juga para gadis belia penjaja cinta tersebut.