Adakah Al-Quran Dalam Hati Kita? - Kali ini akan membahas tentang 
Adakah Al-Quran Dalam Hati Kita?   Rutinitas kerja dan kesibukan dunia yang tiada habisnya, sering    menjadi penyebab dari hati yang kering, meranggas, dan gersang dari    sumber mata air iman yang menyejukkan. Ibarat kafilah yang melintas     padang pasir dengan muatan harta yang berlimpah, ia menjadi tidak    bernilai tatkala kehausan (dehidrasi) memenuhi sekujur raganya. Setetes    air, yang tatkala dalam kondisi wajar harganya tiada seberapa, menjadi    bernilai luar biasa dalam kondisi jiwa yang
di dirundung kegersangan tiada   tara.
Itulah  fithrah dari orang-orang beriman, yang senantiasa mendamba    nilai-nilai yang mampu menyuburkan keimanannya. Itu pula yang 
dirasakan   sekelompok Muslimah yang bekerja sebagai karyawati atau eksekutif 
di   salah satu gedung perkantoran kawasan Thamrin, Jakarta Pusat.
 di tengah   kondisi berkecukupan karena manfaat (benefit) dari status karier yang   
dimilikinya,  hati mereka sebenarnya tidak sepenuhnya tercukupi   kebutuhannya. Jiwa  mereka dahaga. Mereka mendamba keluasan hati laksana   samudera,  kesejukan jiwa laksana embun 
di pagi hari, dan kedamaian   laksana bunyi debur ombak yang menentramkan jiwa.
Sebagai  anggota komunitas yang menghuni kawasan perkantoran modern,   para  Muslimah itu tentu tidak ketinggalan informasi aktual khususnya    menyangkut informasi keIslaman dan keimanan, baik berupa taujih,    tausiyah, perenungan, tafakkur, atau kisah-kisah singkat yang sarat    pesan dan inspirasi tentang bagaimana seharusnya mengelola kehidupan    menuju ridho-Nya. Namun semua itu rasanya tiada cukup manakala mereka    belum berinteraksi dan bersentuhan langsung dengan sumber penawar dahaga    keimanan, yaitu Al-Quran.
Sudah masyhur
 di tengah perbincangan mereka bahwa bagi yang membaca   Al-quran, maka satu huruf yang 
dibacanya  berbalas dengan sepuluh   kebaikan. Dan bukanlah “Alif Lam Mim” itu  satu huruf, akan tetapi “Alif”   satu huruf, “Lam” satu huruf, dan “Mim”  satu huruf. Luar biasa, dengan   membaca “Alif Lam Mim” saja, pembaca  Al-quran sudah mendapatkan tiga   puluh kebaikan. Subhanallah.  Ketakjuban terasa memenuhi relung jiwa   mereka. Ini baru membaca saja.  Apatah lagi jika memahami isinya dan   apatah lagi jika ayat-ayat itu 
diamalkan dalam kehidupan nyata. Tentu,   pribadi-pribadi yang
 dihiasi  dengan nilai Al-quran akan memancarkan   kedamaian dan kesejukan yang  luar biasa. Jiwanya penuh kebaikan. Dan   kebaikan itu tidak melahirkan  apapun selain kebaikan yang berlipat.
Sungguh indah gambaran seorang pembaca Al-quran, pohonnya bagus dan   buahnya wangi. Itu adalah balasan Allah
 di dunia. Dan 
di  akhirat   Al-quran akan memberikan syafaat bagi pembacanya sehingga ia  terhindar   dari jilatan api neraka yang menyala-nyala. Sekelompok  Muslimah itu   jelas tersentuh mendengar kabar gembira ini, dan motivasi  untuk segera   mewujudkannya semakin membesar dan menggelora 
di dada.
Langkah pertama yang 
dilakukan mereka adalah menghubungi guru tahsin   Al-Quran 
di  kawasan Bekasi. Mereka mengemukakan hasrat keinginan belajar   baca  Al-quran kepada guru itu. Ada sedikit kegamangan dari para guru   untuk  memenuhi keinginan sekelompok Muslimah
 di  gedung perkantoran itu   karena lokasinya yang cukup jauh. Jika yang  harus berangkat adalah   seorang guru laki-laki, barangkali lokasi yang  jauh tidak cukup   bermasalah. Bagi guru Muslimah yang harus memfokuskan 
diri pada   tugas-tugas kerumahtanggaan, hadir ke lokasi yang jauh cukup terasa   memberatkan. Tidak sekedar 
dibutuhkan waktu dan energi yang cukup besar   yang boleh jadi tidak sebanding dengan honor yang akan
 diterima, guru   Muslimah itu boleh jadi lebih nyaman mengajar 
di lingkungan sekitar   tempat tinggalnya, sehingga masih bisa memantau keadaan anak-anak yang   
diasuhnya.
Syukurlah,  ada seorang guru yang menaruh perhatian kepada mereka.  Bagi  sang guru  itu, keinginan belajar dari sekelompok Muslimah 
di   perkantoran itu ibarat benih yang harus
 dipelihara dan 
disediakan media   pertumbuhannya. Alangkah sayangnya jika benih itu 
dibiarkan mati  sebelum  
ditanam. Dakwah harus 
ditegakkan. Dakwah yang sejatinya adalah   menumbuh-suburkan kebaikan, baik pada
 diri sendiri maupun orang lain,   memang membutuhkan pengorbanan yang tiada kecil dari para pelakunya.
Langkah  kedua setelah mereka mengetahui bahwa keinginan mereka bakal    terwujud, mereka segera berkoordinasi menyediakan waktu luang dan    menyediakan tempat yang memadai untuk belajar baca Al-quran. Mereka    berpatungan untuk mendukung operasional kegiatan. Layaknya organisasi    mereka membentuk ketua, bendahara, dan sekretaris. Pengetahuan    organisasi yang mereka miliki, mereka terapkan guna kelancaran dan    keberhasilan proses belajar dan mengajar.
Tidak semua upaya yang 
dilakukan oleh beberapa kelompok Muslimah  untuk  menghadirkan guru tahsin menemukan kemudahannya. Bagi sekelompok   Muslimah 
di perkantoran itu, bisa mendatangkan seorang guru untuk hadir   ke kantor menyambangi mereka adalah satu hal yang patut 
disyukuri.    Pertama, pertimbangannya tentu karena untuk datang sendiri-sendiri ke    lembaga tahsin pada hari Sabtu atau Ahad, bagi mereka adalah suatu    pekerjaan yang teramat berat karena mereka merasa harus siaga
 di rumah   mendampingi suami dan anak-anak, sebagai kompensasi ketidakhadiran   mereka pada hari-hari lainnya akibat bekerja 
di kantor.
Kedua, mereka menemukan guru yang mau membimbing mereka karena  dorongan  kecintaan untuk menyebarkan nilai-nilai qur’an. Meski 
dirasakan   cukup  berat, Sang guru itu berkomitmen melangkahkan kaki ke gedung    perkantoran guna mengajari ibu-ibu dan para Muslimah yang dahaga dengan    bacaan Al-quran. Kadang untuk pergi ke sana, sang guru tidak segan    menumpang taksi untuk mengejar ketepatan waktu pembelajaran. Terkadang    pula, sang guru harus berhimpit-himpitan beberapa kali naik moda    transportasi, menahan lelah akibat mengurus anak-anak sebelumya dan    berjuang melawan asap rokok dan debu-debu yang beterbangan 
di    sekelilingnya. Ya, kondisi badannya memang rentan. Tetapi kecintaan    kepada ibu-ibu dan kaum Muslimah yang mendamba oase iman dari lautan    kalam Ilahi itu, menjadikannya harus melupakan kondisi berat yang kadang
    dijumpainya.
Ketiga,  mereka mendapatkan guru bukan sembarang guru. Tetapi guru  dari   lembaga tahsin terpercaya, yang telah memiliki kurikulum baku dalam    pengajaran baca Al-Qurannya.
Menyadari  keberuntungan-keberuntungan itu, mereka pun berlatih dengan   keras dan  berdisiplin. Alhamdulillah, dalam jangka waktu tidak lama,   mereka pun  mampu membaca Al-Quran secara baik.
Sebagian besar ummat Islam saat ini, tidak 
dipungkiri,  memiliki  tingkat  kedekatan yang rendah dengan Al-quran. Jangankan  berbicara  masalah  penerapan nilai-nilai Al-quran dalam kehidupan,  pemahaman akan  isi dan  kandungan Al-quran sebagian besar ummat Islam  pun masih terasa  sangat  kurang. Terbukti makin merebaknya  aliran-aliran sesat yang  menyusup 
di  tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Terlepas  apakah merebaknya aliran sesat itu adalah wujud konspirasi   atau  bukan, seharusnya fenomena-fenomena itu menyadarkan seorang Muslim    untuk lebih dekat kepada sumber agamanya. Salah satunya dengan belajar    dan berlatih berinteraksi lebih dekat dengan Al-quran, yang
 dimulai   dengan interaksi dengan cara belajar membacanya.
Betapa  banyak orang mengaku tidak bisa membaca Al-quran, tetapi tidak   banyak  yang menindaklanjuti dengan membentuk kelas pengajaran seperti
   dilakukan oleh para Muslimah 
di  perkantoran itu. Betapa banyak orang   yang mengaku dahaga dan jiwanya  kering, tetapi mereka malah hanyut   dengan lagu-lagu “ruhani”, bukan  berinteraksi sedekat-dekatnya dengan   Al-quran penyubur jiwa.
Tidak  semua orang bisa peduli dengan Al-quran, padahal Al-quran  adalah   salah satu pusaka (selain Al-Hadits) yang mampu menyelamatkan  kehidupan   manusia, baik 
di dunia ini maupun sesudahnya, dari malapetaka  dan mara  bahaya. Tidak semua orang bisa menghadirkan nilai-nilai  Al-quran
 di  relung jiwa. Hanya mereka yang berhati bersih dan ikhlas  saja lah yang  mampu melakukannya.
Ada baiknya setiap hamba bertanya kepada
 diri  masing-masing “sudah   adakah Al-quran dalam hatiku?”. Ya, sebab jika  bukan Al-quran yang ada   dalam hati, berarti ada nilai-nilai non-qurani  yang bersarang dan   mendominasi jiwa, yang boleh jadi bukan menuntun  akan tetapi menyesatkan   sang hamba dari jalan kebenaran.
Nampaknya,  kita perlu belajar dari kaum Muslimah dalam kisah tersebut   yang  berusaha memenuhi relung jiwanya dengan Al-quran. Meski baru   hendak  belajar membacanya, hal Itu adalah awal mula yang sangat baik,   sebab  hanya dengan belajar kesuksesan dunia atau akhirat pun bisa
 diraih   dan 
dikejar.