menyediakan informasi unik,menarik tentang segala sesuatu yang ada di sekeliling kita

Membeli Waktu Papa

membeli waktu papa


Steven adalah seorang karyawan perusahaan yang cukup terkenal di Jakarta, memiliki dua putra. Putra pertama baru berusia 6 tahun bernama Leo dan putra kedua berusia dua tahun bernama Kristian. Seperti biasa jam 21.00 Steven sampai di rumahnya di salah satu sudut Jakarta, setelah seharian penuh bekeja di kantornya. Dalam keremangan lampu halaman rumahnya dia melihat Leo putra pertamanya ditemani bik Yati pembantunya menyambut di gerbang rumah.

“Kok belum tidur, Leo?” sapa Steven sambil mencium anaknya. Biasanya Leo sudah tidur ketika Steven pulang dari kantor dan baru bangun menjelang Steven  berangkat ke kantor keesokan harinya.

“Leo menunggu Papa pulang, Leo mau tanya, gaji Papa itu berapa sih, Pa?” kata Leo sambil membuntuti papanya.

“Ada apa nih kok tanya gaji Papa segala?”

“Leo Cuma pingin tahu aja kok, Pah?

“Baiklah coba Leo hitung sendiri ya. Kerja papa sehari digaji Rp 600.000,-, nah selama sebulan rata-rata dihitung 25 hari kerja. Nah berapa gaji Papa sebulan?”

“Sehari Papa kerja berapa jam, Pa?” tanya Leo lebih lanjut.

“Sehari Papa kerja 10 jam, Leo, nah hitung sana, Papa mau melepas sepatu dulu.”

Leo berlari ke meja belajarnya dan sibuk mencoret-coret dalam kertasnya menghitung gaji papanya. Sementara Steven melepas sepatu dan meminum teh hangat buatan istri tercintanya.

“Kalau begitu, satu bulan Papa digaji Rp 15.000.000,-, ya, Pah? Dan satu jam papa digaji Rp. 60.000,-.” Kata Leo setelah mencorat-coret sebentar dalam kertasnya sambil membuntuti Steven yang beranjak menuju kamarnya.

“Nah, pinter kamu Leo. Sekarang Leo cuci kaki lalu bobok.” Perintah Steven, namun Leo masih saja membuntuti Steven sambil terus memandang papanya yang berganti pakaian.

“Pah, boleh tidak Leo pinjam uang Papa Rp 5.000,- saja?” tanya Leo dengan hati-hati sambil menundukkan kepalanya.

“Sudahlah Leo, nggak usah macam-macam, untuk apa minta uang malam-malam begini. Kalau mau uang besok saja, Papa kan capek mau mandi dulu. Sekarang Leo tidur supaya besuk tidak terlambat ke sekolah!”

“Tapi Pah..”

“Leooo!! Papa bilang tidur!”bentak Steven mengejutkan Leo.

Segera Leo beranjak menuju kamarnya. Setelah mandi Steven menengok kamar anaknya dan menjumpai Leo belum tidur. Leo sedang terisak pelan sambil memegangi sejumlah uang. Steven nampak menyesal dengan bentakannya. Dipegangnyalah kepala Leo pelan dan berkata: “Maafkan Papa ya, nak. Papa sayang sekali pada Leo.” Ditatapnya Leo anaknya dengan penuh kasih sambil ikut berbaring di sampingnya.

“Nah katakan pada Papa, untuk apa sih perlu uang malam-malam begini. Besuk kan bisa, jangankan Rp 5.000,-, lebih banyak dari itu pun akan Papa kasih.”

“Leo nggak minta uang Papa kok, Leo cuma mau pinjam. Nanti akan Leo kembalikan, kalau Leo udah menabung lagi dari uang jajan Leo.”

“Iya, tapi untuk apa Leo?” tanya Steven dengan lembut.

“Leo udah menunggu Papa dari sore tadi, Leo nggak mau tidur sebelum ketemu Papa. Leo pingin ngajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Mama sering bilang bahwa waktu Papa berharga. Jadi Leo ingin beli waktu Papa.”

“Lalu?” tanya Steven penuh perhatian dan kelihatan belum mengerti.

“Tadi Leo membuka tabungan, ada Rp 25.000,-. Tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp 60.000,-, maka untuk setengah jam berarti Rp 30.000,-. Uang tabungan Leo kurang Rp 5.000,-. Maka Leo ingin pinjam pada Papa. Leo ingin membeli waktu Papa setengah jam saja, untuk menemani Leo main ular tangga. Leo rindu pada Papa,” kata Leo polos dengan masih menyisakan isakannya yang tertahan.

Steven terdiam, dan kehilangan kata-kata. Bocah kecil itu dipeluknya erat-erat, bocah kecil yang menyadarkan bahwa cinta bukan hanya sekedar ungkapan kata-kata belaka namun berupa ungkapan perhatian dan kepedulian.